Pena ini bertarung menyingkirkan awan gelap
“Tanah Pemprov saja bisa dipakai untuk mal, tanah negara dipakai mal, kenapa rakyat kecil mau pakai jadi ribut? Kenapa rakyat kecil mau pakai tanah negara jadi ramai? Mau dipakai buat mal, kita semua diam,” kata Anies seusai silaturahim dengan warga di Jalan Cikoko, Pancoran, Jakarta Selatan, Sabtu (25/2/2017) pagi.
(sumber : Kompas online Sabtu 25 Februari 2017)
Jika saya jadi seorang Anies, maka saat saya berbicara demikian akan langsung sebut nama Mal yang dimaksud dan keluarin data pendukung lainnya. Jadi warga yang mendengar langsung maupun jurnalis yang meliput bisa mendapatkan berita yang lebih valid berdasarkan data dan fakta. Namun sayangnya, Anies bukanlah saya dan saya pun bukanlah Anies.
Sudah 3 hari berlalu sejak Anies melampar isu tersebut ke masyarakat dan hingga saat ini belum ada info lanjutan Mal dan tanah negara yang dimaksud oleh Anies. Lalu saya sebagai warga dibiarkan seperti ini saja begitu? Hanya mempercayai omongan dari seseorang yang sedang berusaha untuk jadi Gubernur tanpa data dan fakta? Malah yang ada saat ini adalah tantangan dari Gubernur petahana yaitu Pak Basuki (Ahok) yang meminta Anies untuk membuktikan Mal mana yang berdiri diatas tanah negara.
“Ya buktiin saja,” kata Ahok singkat di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (27/2/2017).
(sumber : Kompas online, Senin 27 Februari 2017)
Begitu singkat dan padat tanggapan Pak Basuki namun sangat mengena. Mengapa demikian? Karena kita semua tahu bahwa Pak Gubernur yang satu ini memang kalau bicara bukan dengan rasa tapi dengan fakta. Jikalau pun Pak Basuki bicara bukan dengan fakta, maka biasanya beliau sering awali dengan mengutip “bahwa media massa banyak memberitakan hal itu”. Artinya Pak Basuki tetap menyampaikannya bukan dengan rasa melainkan yang banyak beredar di masyarakat.
Saya jadi ingat ketika masa debat kampanye resmi KPUD beberapa waktu lalu. Disitu sangat terlihat jelas semua paparan program dan pencapaian pemprov DKI Jakarta dari Pak Basuki dan Pak Djarot berdasarkan data dan fakta. Mereka berdua keluarkan dan tunjukkan kepada semua peserta dan pemirsa televisi bahwa yang mereka bicarakan adalah data dan fakta, bukan hanya dengan rasa.
Sangat berbeda sekali dengan seorang Anies yang lebih banyak beretorika dengan kalimat santun dan penuh rasa tapi kosong dibagian isi. Jadi rasa-rasanya apakah kita sebagai warga Jakarta yang memiliki hak pilih akan memilih calon berdasarkan kalimat rasa atau berdasarkan kalimat data dan fakta? Kalau saya sudah jelas akan memilih yang berbicara dengan data dan fakta, bukan dengan rasa!
“Saat awan gelap berlalu, Awan Biru pun muncul”
Review
User Review
( vote)You might also like
More from Ojo Ngulik
Kami Tidak Takut dengan Negara Tetangga, Kami Lebih Takut terhadap…
Bro 'n sis, Pernah ga kalian ngebayangin Indonesia akan jadi negara seperti Korea Utara (Korut)? Iya Korut negara di semanjung Korea …
Indonesia – Kemana Arah Mana Bangsa Ini Akan Berjalan
Halo Sobat Pokers, Indonesia akan memasuki tonggak sejarah baru yaitu memilih presiden dan legislatif untuk masa pemerintahan 2019-2014. Untuk para pemilih di …
MRT-J: Maskot Kebangkitan Pembangunan Indonesia
Bangsa Indonesia sudah lama tertidur nyenyak dalam mimpi-mimpi indah tentang pembangunan jangka pendek, menengah dan panjang, yang bicaranya ingin menjadi …
Tol Trans Jawa dan Inovasi Ekonomi Kerakyatan
Salam sejahtera semua Kelancaran distribusi orang dan barang dalam hukum ekonomi adalah sebuah keniscayaan. Ekonomi akan tumbuh kembang begitu dinamis saat …
Daging Beras Mahal? #2019GantiLapak
Belum lama ini, capres Prabowo dalam sebuah kampanyenya mengatakan kalau daging dan beras di Indonesia adalah salah satu yang paling …
Leave a Reply