Selamat malam,
Editor’s Pick malam ini akan berputar di sekeliling langkah tegas pemerintah dalam menegakkan hukum di Indonesia, yang kemudian “dicelemoti” dengan komentar-komentar cengeng yang menjadi polemik dagelan di negeri ini.
Hukum seyogyanya adalah pedang bermata tajam yang dibawa oleh eksekutor untuk memutus jejaring parasit yang mengebiri produktivitas negeri ini.
Sebut saja: korupsi, radikalisme, hingga jaringan narkoba yang merajalela dari orang dewasa hingga bocah SD. Semuanya harus segera dipintas, diputus dan dirangsek habis oleh penegakkan hukum yang absolut, no comment dan tidak ada surat-menyurat dengan pengambil keputusan.
Demi tumbangnya radikalisme di Indonesia, pemerintah mengeluarkan PERPPU No.2/2017 yang menghentikan langkah absurd ormas agama yang berpotensi menebarkan keresahan dalam masyarakat dengan iming-iming yang berujung pada terorisme. Agar keputusan pemerintah ini lebih mudah dipahami, silakan baca artikel Kilat Menyambar dalam Polemik Perppu Pembubaran Ormas Anti Pancasila ataupun tulisan rinci dari Melodi Hujan dalam Perppu Mengenai Ormas dan Absurdnya Wakil Rakyat. Kedua artikel ini mengupas tuntas alasan penerbitan Perppu tersebut dari kacamata masyarakat yang merasakan keresahan atas kemunculan ormas-ormas yang terus menerus menebar fitnah dan provokasi, serta menyebabkan ketidakstabilan keamanan di negara ini.
Namun, rupanya masih banyak orang-orang yang hobi berpolemik dan mencari panggung untuk berperan seolah-olah Santa Claus dan memposisikan pemerintah sebagai Hitler bertangan besi. Padahal, orang-orang ini adalah mereka yang pernah hidup di zaman keemasan “tangan besi” di Indonesia. Semacam pikun atau kurang vitamin? Mereka yang mencla-mencle ini tersoroti dengan ciamik dalam artikel dari Embun Pagi Diktator dan Kejamnya Jokowi di Mata FZ dan YIM.
Saya, membaca pernyataan dari kedua pelakon panggung politik ini, jadi mengusap air mata. Antara greget, gemes, pingin ngakak semua campur baur jadi satu menimbulkan efek gas rumah kaca dari perut saya #woops
Ya, gimana dong, mosok zaman Jokowi dibilang seperti Orba? Kalo zaman Orba, belum mangap aja tu mulut, ngambang loe di kali Ciliwung!
Lalu ada yang bertanya, dimana urhensi-nya Perppu ini? Let me show you, imbecile: Bom Samarinda yang memakan korban anak-anak, dan nyawa seorang anak bernama Intan melayang; bom panci Kampung Melayu, polisi yang pulang sholat Isya di Blok M dan diteriaki sebagai Thoghut. Gimana? Apa perlu salah satu dari orang yang bertanya “urhensi” ini kena sabet dulu baru menganggap bahwa Perppu ini perlu?
Come on! Lemot itu namanya! Se-lemot UU Terorisme yang ga jadi-jadi!
Oh iya, orang-orang yang bertanya itu disebutkan dalam artikel Cahaya Fajar Bung Fahri, Darurat Seperti Apa yang Kamu Mau,
Dunia saja mengakui keberanian, dan ketegasan Jokowi dalam memberantas radikalisme. New York Times bahkan memunculkan karikatur Jokowi yang menghancurkan Radikal Islam (dibaca yang benar ya, bukan Islam ‘saja’ tapi Islam yang Radikal).
Tetapi, namanya perpetrator mafioso selama hukum masih compang-camping dan para advokat masih merasa punya celah mengelabui masyarakat yang buta hukum, maka para “terdakwa” ini masih akan terus menggeliat mengajukan banding, uji materi, apa lah-apa lah. Bertanya pula, “salah kami di mana hingga dibubarkan?”
Are you kidding me? Masih punya muka bertanya seperti itu pada publik?
Cahaya Fajar sekali lagi menguliti kelompok yang dibubarkan pemerintah ini berikut kekacauan pikir para fanboy-nya dalam Perppu Ormas dan Kalapnya Ormas Anti Pancasila serta Pendukungnya. Artikel ini didukung penuh dengan pengamatan Melodi Hujan pada tindakan pemerintah yang dituangkan dalam analisis Pemerintah Tidak Berdialog dengan Pengkhianat.
Tindakan-tindakan pemerintah dalam penegakkan hukum tidak bisa diartikan sebagai diktatorial, apalagi dengan embel-embel membela HAM. Hak setiap manusia untuk Kemanusiaan dan Kebebasan Berpendapat dibebaskan selama tidak bertabrakan dengan Hak Manusia lain. Apakah wajar ketika kita memfitnah manusia lain lalu dilaporkan ke pihak berwajib, lantas merengek-rengek merasa ditindas Hak Kebebasan Berpendapat-nya?
Itu namanya, sa enak gundulmu dhewek!
Yang namanya hak harus berjalan sinergis dengan kewajiban. Maka ketika anda menuntut hak anda untuk dilindungi oleh negara, tanyakan, apakah kewajiban anda pada negara untuk membelanya telah dijalankan?
Jangan teriak khilafah, thoghut segala macam, trus pas dipenjara teriak-teriak HAM dan didzolimi oleh negara!
Camken itu!
@KM
You might also like
More from Editor Picks
Kami Tidak Takut dengan Negara Tetangga, Kami Lebih Takut terhadap…
Bro 'n sis, Pernah ga kalian ngebayangin Indonesia akan jadi negara seperti Korea Utara (Korut)? Iya Korut negara di semanjung Korea …
Khilafah: Solusi Para Gembel
Selamat malam para pembaca yang baik hatinya. Sebenarnya sudah beberapa hari ini saya sedang menimbang-nimbang untuk menuliskan opini ini. Mengingat beberapa …
#DebatKerenPapua: The Thinker vs The Social Justice Warrior
Selamat siang menjelang sore. Kali ini saya ingin membahas sebuah dinamika berpolemik yang sedang berusaha digalakkan oleh Bung Budiman Sudjatmiko, seorang …
Polemik Co-Branding
Lepas dari perseteruan KPAI dengan Djarum beberapa saat yang lalu perihal PB Djarum yang dianggap mengekploitasi anak karena terasosiasi bebas …
Menjadi Muslim yang Muttaqin
Ada orang-orang yang pada setiap harinya ia mengalami peningkatan taraf keimanan dan kebaikan dalam hidupnya; itulah orang-orang yang mendapat keberkahan …
MRT-J: Maskot Kebangkitan Pembangunan Indonesia
Bangsa Indonesia sudah lama tertidur nyenyak dalam mimpi-mimpi indah tentang pembangunan jangka pendek, menengah dan panjang, yang bicaranya ingin menjadi …
Leave a Reply